seusai angin menghujani boning-bonang kehidupan
angin menari-nari memasuki hari-hariku
memancarkan mata hurufmu sunyi tanpa nada-nada
tetapi mengapa angin itu berubah berisik
mengganggu ketenangan di sela-sela buluh kata-katamu
mencakar kulitku dengan pisau rambutmu
yang mengeluarkan air-air senyummu
di antara pucuk-pucuk tulang daun
yang tersimpan cinta gongku yang membara
lalu datang suara yang mengusik
dari dalam lubang-lubang hatimu
batuk-batuk itu mencekik tubuh
pilek itu membasuh hidung
pusing itu keliling di otak rumahku
bersama pengawalnya membawa debu tangismu
ke dalam urat daun yang menggeliat
di tubuh-tubuh rokok seruling jiwaku
yang melamunkan wajah-wajah lidiku
menuju lecutan kebeningan embun
yang memakan cahaya kehijauan perbukitan
untuk mengambil setetes rindu
yang menyelinap di gigi-gigimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar