Senin, 07 Juni 2010

LENTERA KEDAMAIAN

Kulihat lentera kedamaian yang memerciki

ruang rindu surgaku berpagar jubah putih membening

Lantai suciku membiaskan ranjang cahaya ketenangan

yang mengajak bibirku menyibak kelambunya

Sehingga lentera adalah makanan roh dan raga

yang menyunting tubuh gelapku

dari buluhku hingga pijakku

Kini hati dan jiwaku ikut merasakan tawanya

bersenda gurau dengan arterinya

bercanda mengoyak tabir buram kehidupan

Segala cerita ikut tersenyum

menolong jenuhku dengan sebongkah lembayung senja

Dia adalah mata batinku

sehingga tak ada kelam yang menceraikan

seperti debur pantai dan ombak keikhlasan

Langit luas menyelimuti tawanya

dan meraba kesirnaan duka

mengusir debu-debu dan menghujani cahayanya

dalam nyanyian angin datang dan meniup habis perih jiwa

hingga telentang damai di ranjang bahagia

TARIAN ANGIN

seusai angin menghujani boning-bonang kehidupan

angin menari-nari memasuki hari-hariku

memancarkan mata hurufmu sunyi tanpa nada-nada

tetapi mengapa angin itu berubah berisik

mengganggu ketenangan di sela-sela buluh kata-katamu

mencakar kulitku dengan pisau rambutmu

yang mengeluarkan air-air senyummu

di antara pucuk-pucuk tulang daun

yang tersimpan cinta gongku yang membara

lalu datang suara yang mengusik

dari dalam lubang-lubang hatimu

batuk-batuk itu mencekik tubuh

pilek itu membasuh hidung

pusing itu keliling di otak rumahku

bersama pengawalnya membawa debu tangismu

ke dalam urat daun yang menggeliat

di tubuh-tubuh rokok seruling jiwaku

yang melamunkan wajah-wajah lidiku

menuju lecutan kebeningan embun

yang memakan cahaya kehijauan perbukitan

untuk mengambil setetes rindu

yang menyelinap di gigi-gigimu